Senin, 25 April 2022

Assalamualaikum warahmatullah wabarakatuh, perkenalkan saya Dwi Ebtanto, S.Pd. Calon Guru Penggerak Angkatan 4 Kabupaten Ponorogo. Saya mengucapkan terima kasih kepada Bapak Nugroho Widi Pamungkas, M.Pd selaku fasilitator dan Bapak Siswanto, M.Pd selaku pengajar praktik atas ilmu dan bimbingan yang diberikan selama ini. Pada kesempatan ini saya akan  melakukan koneksi antar materi Pengambilan Keputusan sebagai Pemimpin Pembelajaran dengan menjawab pertanyaan penuntun pada LMS.

1. Bagaimana pandangan Ki Hajar Dewantara dengan filosofi Pratap Triloka memiliki pengaruh terhadap bagaimana sebuah pengambilan keputusan sebagai seorang pemimpin pembelajaran diambil?

Ki Hajar Dewantara telah mengenalkan filosofi pratap triloka pendidikan yang terkenal sampai sekarang yaitu; ing ngarsa sun tuladha (di depan memberikan contoh), ing madya mangun karsa (di tengah memberikan karsa/ motivasi), tut wuri handayani (di belakang memberikan dorongan). Tiga filosofi tersebut sangat mempengaruhi pengambilan keputusan yang kita ambil sebagai pemimpin pembelajaran. Guru harus mampu memainkan perannya dimanapun dan pada kondisi apapun. Guru dalam bahasa jawa diakronimkan menjadi digugu lan ditiru sehingga apa yang dilakukan guru akan menjadi perhatian dan dicontoh oleh murid-muridnya. 

Guru juga  harus mampu membangkitkan karsa atau semangat dari murid-murid. Guru dapat berperan menjadi teman bagi murid sehingga dapat memotivasi mereka. Selain itu guru harus mendorong murid-muridnya untuk berkembang sesuai dengan potensi dan bakat yang dimilikinya. Melihat posisi strategis guru tersebut maka guru harus memiliki kemampuan mengambil keputusan yang tepat agar memiliki dampak yang baik bagi anak-anak. 


2. Bagaimana nilai-nilai yang tertanam dalam diri kita, berpengaruh kepada prinsip-prinsip yang kita ambil dalam pengambilan suatu keputusan?

Seorang guru harus memiliki nilai-nilai positif yang tertanam pada dirinya. Nilai-nilai positif tersebut akan berdampak pada keputusan yang diambil sebagai seorang pemimpin pembelajaran. Nilai-nilai positif yang harus dimiliki guru adalah mandiri, reflektif, inovatif, kolaboratif, dan berpihak kepada murid. Nilai-nilai tersebut merupakan prinsip yang dipegang teguh ketika kita berada dalam posisi yang menuntut kita untuk mengambil keputusan dari dua pilihan yang secara logika dan rasa keduanya benar, berada situasi dilema etika (benar vs benar) atau berada dalam dua pilihan antara benar melawan salah (bujukan moral) yang menuntut kita berpikir secara seksama untuk mengambil keputusan yang benar. Dengan memegang prinsip nilai-nilai positif pada guru maka kita dapat mengambil keputusan keputusan yang tepat, berpihak kepada murid, dan resiko yang seminimal mungkin. 


3.  Bagaimana kegiatan terbimbing yang kita lakukan pada materi pengambilan keputusan berkaitan dengan kegiatan 'coaching' (bimbingan) yang diberikan pendamping atau fasilitator dalam perjalanan proses pembelajaran kita, terutama dalam pengujian pengambilan keputusan yang telah kita ambil. Apakah pengambilan keputusan tersebut telah efektif, masihkah ada pertanyaan-pertanyaan dalam diri kita atas pengambilan keputusan tersebut. Hal-hal ini tentunya bisa dibantu oleh sesi 'coaching' yang telah dibahas pada modul 2 sebelumnya.

Coaching merupakan bentuk kemitraan antara coach dan coachee untuk memaksimalkan potensi yang dimiliki coachee melalui proses menstimulasi dan mengeksplorasi pemikiran melalui proses yang kreatif. Dalam proses coaching seorang coach tidak memberikan solusi atau jawaban secara langsung namun menstimulasi coachee untuk menemukan solusinya sendiri melalui pertanyaan-pertanyaan yang kreatif. Agar coachee dapat menemukan solusi dan memaksimalkan potensi yang dimiliki maka seorang coach harus mampu membuat pertanyaan-pertanyaan yang kritis dan kreatif. Salah satu model coaching yang dapat diterapkan adalah model TIRTA. Model TIRTA merupakan kepanjangan dari Tujuan, Identifikasi, Rencana aksi, dan TAnggung jawab. Melalui tahapan-tahapan tersebut sangat membantu coach dalam mengeksplorasi potensi yang dimiliki oleh coachee sehingga coachee mampu membuat keputusan yang tepat. Pendampingan yang telah dilakukan oleh pengajar praktik dan fasilitator sangat membantu dalam mengambil keputusan. Pengajar praktik dan fasilitator telah melakukan pendampingan yang membantu meningkatkan pemahaman tentang tahapan coaching model TIRTA. Melalui pertanyaan-pertanyaan yang kreatif dapat menuntun coachee untuk menemukan solusi dan pengambilan keputusan yang tepat. 


4.  Bagaimana kemampuan guru dalam mengelola dan menyadari aspek sosial emosionalnya akan berpengaruh terhadap pengambilan keputusan?

Kemampuan dalam aspek sosial emosional sangat diperlukan dalam mengambil keputusan yang tepat. Guru harus memiliki kemampuan kesadaran diri (self awarenes), pengelolaan diri (self management), kesadaran sosial (social awarenes), dan keterampilan berelasi (relationship skills) yang baik saat mengambil keputusan. Kesadaran diri berkaitan dengan pengenalan emosi. Seorang guru harus mampu mengenali emosi yang ia rasakan. Terdapat 6 emosi dasar pada manusia yaitu; takut, jijik, marah, kaget, sedih, dan bahagia.

Enam emosi ini nanti dapat berkembang menjadi emosi-emosi yang lain. Dengan mengenali emosi maka akan membantu guru untuk membuat keputusan yang tepat. Setelah mampu mengenali emosi maka selanjutnya guru dapat melakukan pengelolaan emosi yang ia rasakan dan fokus untuk mencapai tujuan. Tak hanya kemampuan dalam pengelolaan diri, kemampuan sosial berempati kepada apa yang dirasakan oleh orang lain,serta kemampuan membangun relasi sangat dibutuhkan untuk mengambil keputusan. Dengan memposisikan diri sama seperti yang orang lain rasakan maka akan memudahkan guru dalam membangun relasi dan akhirnya mampu mengambil keputusan yang tepat.


5.  Bagaimana pembahasan studi kasus yang fokus pada masalah moral atau etika kembali kepada nilai-nilai yang dianut seorang pendidik.

Keberpihakan dan mengutamakan kepentingan murid dapat tercipta dari tangan pendidik yangmampu membuat solusi tepat dari setiap permasalahan yang terjadi. Pendidik yang mampu melihat permasalahan dari berbagai kacamata dan pendidik yang dengan tepat mampu membedakan apakah permasalahan yang dihadapi termasuk dilema etika atau bujukan moral. Seorang pendidik ketika dihadapkan dengan kasus-kasus yang fokus terhadap masalah moral dan etika, baik secara sadar atau pun tidak akan terpengaruh oleh nilai-nilai yang dianutnya.

Nilai-nilai yang dianutnya akan mempengaruhi dirinya dalam mengambil sebuah keputusan. Jika nilai-nilai yang dianutnya nilai-nilai positif maka keputusan yang diambil akan tepat, benar dan dapat dipertanggung jawabkan dan begitupun sebaliknya jika nilai-nilai yang dianutnya tidak sesuai dengan kaidah moral, agama dan norma maka keputusan yang diambilnya lebih cenderung hanya benar secara pribadi dan tidak sesuai harapan kebanyakan pihak.Kita tahu bahwa nilai-nilai yang dianut oleh Guru Penggerak adalah reflektif, mandiri, inovatif, kolaboratif dan berpihak pada anak didik. Nilai-nilai tersebut akan mendorong guru untuk menentukan keputusan masalah moral atau etika yang tepat sasaran, benar dan meminimalisir kemungkinan kesalahan pengambilan keputusan yang dapat merugikan semua pihak khususnya peserta didik.


6. Bagaimana pengambilan keputusan yang tepat, tentunya berdampak pada terciptanyalingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman?

Pengambilan keputusan yang tepat akan berpedoman pada 4 paradigma, 3 prinsip, dan 9 langkah pengambilan keputusan. Jika dalam penanganan sebuah kasus telah melakukan tahapan-tahapan tersebut dan tidak ada yang dilanggar dalam prosesnya tentunya akan dihasilkan keputusan yang tepat. Dimulai dari melihat paradigma yang digunakan dan prinsip yang dipakai serta melakukan 9 langkah pengambilan keputusan maka akan dihasilkan keputusan yang tepat. Keputusan yang tepat ini niscaya akan menciptakan lingkungan yang positif, kondusif, dan nyaman sehingga proses pembelajaran dalam sekolah dapat berjalan dengan baik. Tujuan pembelajaran juga dapat tercapai.


7. Selanjutnya, apakah kesulitan-kesulitan di lingkungan Anda yang sulit dilaksanakan untuk menjalankan pengambilan keputusan terhadap kasus-kasus dilema etika ini? Apakah ini kembali ke masalah perubahan paradigma di lingkungan Anda?

Kesulitan yang muncul adalah masalah perubahan paradigma dan budaya sekolah yang sudah dilakukan selama bertahun-tahun. Sering kita menjumpai kasus dilema etika dan bujukan moral dalam sekolah dan kita cenderung mengambil keputusan yang salah karena demi kepentingan mayoritas yang ada di sekolah. Kondisi ini masih terasa sulit untuk dapat diubah untuk saat ini. Sebuah keputusan yang telah ditetapkan bersama sebaiknya harus dijalankan secara bersama-sama namun pada praktiknya belum semua warga sekolah menjalankan keputusan tersebut. Terkadang keputusan yang diambil kadang kala tanpa sepenuhnya melibatkan guru sehingga muncul banyak kendala-kendala dalam proses pelaksanaan pengambilan keputusan.


8.  Dan pada akhirnya, apakah pengaruh pengambilan keputusan yang kita ambil ini dengan pengajaran yang memerdekakan murid-murid kita?

Semua tergantung kepada keputusan seperti apa yang diambil, apabila keputusan tersebut sudah berpihak kepada murid dalam hal ini tentang metode yang digunakan oleh guru, media dan sistem penilaian yang dilakukan yang sudah sesuai dengan kebutuhan murid, maka hal ini akan dapat memerdekakan murid dalam belajar dan pada akhirnya murid dapat berkembang sesuai dengan potensi dan kodratnya. Namun sebaliknya apabila keputusan tersebut tidak berpihak kepada murid, dalam hal metode, media, penilaian dan lain sebagainya maka kemerdekaan belajar murid belum dapat terwujud dan akibatnya murid tidak akan dapat berkembang sesuai potensi dan kodrat yang dimilikinya.


9. Bagaimana seorang pemimpin pembelajaran dalam mengambil keputusan dapat mempengaruhi kehidupan atau masa depan murid-muridnya?

Guru memegang peranan penting dalam pembelajaran. Ujung tombak keberhasilan pendidikan terletak pada tangan-tangan guru. Apabila guru mampu membuat keputusan yang tepat maka akan berdampak pada kehidupan dan masa depan murid-muridnya. Sebagai seorang pemimpin pembelajaran guru harus membuat keputusan-keputusan yang tepat baik di dalam kelas maupun di tingkat sekolah. Saat mengajar di kelas guru harus mampu menerapkan metode, strategi, media yang tepat untuk memunculkan minat belajar anak. Guru harus mampu melakukan pembelajaran berdiferensiasi agar dapat memenuhi kebutuhan belajar murid.

Pembelajaran berdiferensiasi dapat diwujudkan jika guru melakukan langkah-langkah persiapan sebelum pembelajaran untuk mengetahui kesiapan belajar anak, minat belajar, dan profil belajarnya. Kemudian dari pemetaan tersebut guru dapat melakukan diferensiasi baik konten, proses, maupun produk. Jika ini dilakukan dengan baik maka anak-anak akan dapat menggapai cita-citanya sesuai dengan potensi yang ia miliki. Di tingkat sekolah, guru juga harus mampu membuat keputusan yang tepat agar potensi yang dimiliki anak dapat berkembang dengan baik. Jika dihadapkan pada kasus dilema etika maka guru harus benar-benar melakukan tahapan-tahapan pengambilan keputusan dengan baik sehingga tidak merugikan kehidupan dan masa depan anak didik.


10. Apakah kesimpulan akhir yang dapat Anda tarik dari pembelajaran modul materi ini dan keterkaitannya dengan modul-modul sebelumnya?

Kesimpulan yang didapat dari pembelajaran modul ini yang dikaitkan dengan modul modul sebelumnya adalah:

Guru harus memiliki kemampuan mempelajari dan menganalisis kasus sebelum mengambil keputusan. Dalam mengambil keputusan sebagai seorang pemimpin pembelajaran harus berlandaskan kepada filosofi Ki Hajar Dewantara yaitu ing ngarsa sun tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani. 

Pengambilan keputusan harus memperhatikan nilai-nilai baik yang tertanam pada guru serta melihat kekuatan atau potensi yang dimiliki. Pemetaan kekuatan dengan menggunakan alur BAGJA nantinya akan tercipta budaya positif di sekolah.  Sehingga akan terlihat pemandangan lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman (well being).

Dalam pengambilan keputusan seorang guru harus memiliki kesadaran penuh (mindfulness) memiliki kompetensi sosial emosional yang baik untuk menghantarkan muridnya menjadi murid dengan profil pelajar pancasila.

Dalam perjalanannya menuju profil pelajar pancasila, ada banyak dilema etika dan bujukan moral sehingga diperlukan panduan sembilan langkah pengambilan dan pengujian keputusan untuk memutuskan dan memecahkan suatu masalah agar keputusan tersebut berpihak kepada murid demi terwujudnya merdeka belajar.

 

Kontributor: Dwi Ebtanto 


Minggu, 16 Januari 2022

 


Pendidikan merupakan kawah candradimuka untuk membangun generasi bangsa. Pendidikan pada dasarnya adalah proses menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Guru sebagai ujung tombak pendidikan harus mampu menuntun siswa sehingga mereka mampu mengembangkan segala potensi dan bakat yang dimilikinya. Walaupun demikian guru bukanlah satu-satunya faktor, masih banyak faktor lain untuk mendukung pengembangan potensi anak.

Faktor tersebut adalah adanya budaya positif di sekolah. Budaya positif dapat berkembang dengan baik jika lingkungan sekolahnya mendukung. Lingkungan sekolah yang aman, nyaman, bersih, dan menyenangkan akan menjadikan siswa betah di sekolah. Siswa merasa ingin selalu ke sekolah. Ibaratnya siswa pergi ke sekolah seperti pergi ke taman penuh keindahan dan menyenangkan.  Dengan suasana tersebut siswa akan mampu berpikir, bertindak, dan mencipta dengan merdeka, mandiri, dan bertanggung jawab.

Sekolah dapat melakukan beberapa strategi untuk menciptakan budaya positif di sekolah. Dalam hal ini penulis selaku Calon Guru Penggerak (CGP) Angkatan 4 dari SMP Negeri 2 Satu Atap Jambon Kabupaten Ponorogo menuliskan “Padi Keris” sebagai senjata mewujudkan Budaya Positif Sekolah. Padi keris (Perubahan Paradigma, Disiplin diri, Keyakinan Kelas, dan Restitusi) merupakan Langkah-langkah dan strategi yang bisa dilakukan oleh sekolah untuk mewujudkan budaya positif.

1.  Perubahan Paradigma

Tugas guru sebagai pendidik dan bersinggungan langsung dengan murid tentunya bukanlah pekerjaan yang mudah dan sederhana. Guru harus melakukan fungsi kontrol dalam mendidik anak. Dalam melaksanakan teori kontrol guru sering mengalami miskonsepsi. Menurut paparan Dr. William Glasser dalam Control Theory, Miskonsepsi yang sering dilakukan guru adalah: 1) ilusi guru mengontrol siswa, 2) ilusi bahwa semua penguatan positif efektif dan bermanfaat, 3) ilusi bahwa kritik dan membuat orang merasa bersalah dapat menguatkan karakter, 4) ilusi bahwa orang dewasa memiliki hak untuk memaksa. Dalam teori ini jika kita sebagai guru apabila masih melakukan hal-hal tersebut sebenarnya apa yang kita lakukan sifatnya hanya ilusi dan tidak memberikan dampak yang positif kepada siswa.

Kemudian apa yang harus dilakukan oleh guru? Guru harus melakukan perubahan paradigma dari paradigma stimulus-respon menjadi teori kontrol. Adapun perbedaan dua paradigma tersebut dapat dilihat dalam tabel berikut:

Teori Stimulus-Respon

Teori Kontrol

Realitas (kebutuhan) kita sama

Realitas (kebutuhan) kita berbeda

Semua orang melihat hal yang sama

Setiap orang memiliki gambaran yang berbeda

Kita mencoba mengubah orang agar

berpandangan sama dengan kita

Kita berusaha memahami pandangan orang lain tentang dunia.

Perilaku buruk dilihat sebagai suatu

kesalahan

Semua perilaku memiliki tujuan

Orang lain bisa mengontrol saya

Hanya Anda yang bisa mengontrol diri Anda

Saya bisa mengontrol orang lain

Anda tidak bisa mengontrol orang lain

Pemaksaan ada pada saat bujukan

gagal

Kolaborasi dan konsensus menciptakan pilihan-pilihan baru

Model Berpikir Menang/Kalah

Model Berpikir Menang-menang

 

Memperhatikan tabel di atas pada teori kontrol lebih berpikir terbuka dan menilai sesuatu atau perbuatan memerhatikan alasan-alasan dari pelaku. Sementara dalam teori stimulus respon memandag sesuatu dari pribadi dan setiap orang melakukan kesalaha selalu dipandang sebagai perbuatan yang buruk. Sebagai seorang guru akan bijaksana jika mulai sekarang harus melakukan perubahan paradigma dari stimulus respon menjadi teori kontrol.

2.  Disiplin Diri

Mendengar kata disiplin maka bayangan yang terlintas dalam pikiran kita adalah kekakuan, kepatuhan pada peraturan atau tata tertib. Secara etimologi disiplin berasal dari bahasa latin “disciplina” yang artinya “belajar”. Dalam rangka membentuk disiplin pada siswa, guru sering memberikan sanksi atau hukuman. Langkah ini sering manjadi langkah pertama yang dilakukan oleh guru. Apakah ini salah? Sebenarnya tidak. Hanya saja memberikan hukuman sebaiknya dilakukan sebagai alternatif terakhir atau justru tidak sama sekali. Guru dapat melakukan langkah-langkah lain yang lebih baik dan efektif dalam mendisiplinkan siswa.

Guru harus memerhatikan motivasi sesorang dalam berperilaku. Seseorang termasuk siswa dalam berperilaku ada 3 motivasi yaitu; 1) untuk menghindari ketidaknyamanan atau hukuman, 2) untuk mendapatkan penghargaan, dan 3) untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percaya. Motivasi 1) dan 2) termasuk motivasi ekstrinsik, sedangkan motivasi 3) termasuk motivasi intriksik.

Sebagai seorang pendidik kita harus mampu mendisiplinkan siswa kita dan mengacu pada kebajikan-kebajikan serta memiliki motivasi intrinsik. Dalam rangka mewujudkan hal tersebut guru harus melakukan pebiasaan-pembiasaan yang baik di sekolah dan guru harus menjadi teladan yang menginspirasi bagi siswa.

3.  Keyakinan Kelas

Istilah keyakinan kelas mungkin menjadi kata yang baru terdengar pada telinga kita sebagai seorang guru atau pendidik. Saat ini kata peraturan kelas lebih familiar terdengar di telinga. Apa yang dimaksud keyakinan kelas? ‘keyakinan’, yaitu nilai-nilai kebajikan atau prinsip-prinsip universal yang disepakati
bersama secara universal, lepas dari latar belakang suku, negara, bahasa
maupun agama. Menurut Gossen (1998), suatu keyakinan akan lebih memotivasi
seseorang dari dalam, atau memotivasi secara intrinsik. Seseorang akan lebih
tergerak dan bersemangat untuk menjalankan keyakinannya, daripada hanya
sekedar mengikuti serangkaian peraturan.

Keyakinan kelas disusun bersama-sama antara guru dengan siswa. Keyakinan kelas berupa kata atau kalimat universal dan mudah diingat. Kata atau kalimat dalam keyakinan kelas adalah kata atau kalimat positif.  Dalam membuat keyakinan kelas, guru dapat mengajak siswa untuk berdiskusi curah pendapat tentang keadaan yang diinginkan oleh siswa selama pembelajaran di kelas atau sekolah. Satu hal lagi bahwa keyakinan kelas ini berlaku secara dinamis yang artinya dapat diubah sewaktu-waktu sesuai kebutuhan.

4.  Restitusi

Kita sering melihat anak-anak melakukan kesalahan dan pelanggaran selama di sekolah. Sebagai guru apa yang harus kita lakukan terhadap anak-anak yang melanggar tersebut? Memaafkan atau langsung memberikan hukuman? Pada kasus seperti ini guru memiliki tugas semua pihak tidak ada yang dirugikan dan mengembalikan anak yang melakukan kesalahan tersebut dapat kembali ke kelompoknya dan memperbaiki kesalahannya. Untuk mewujudkan hal tersebut maka restitusi adalah solusi.

Restitusi adalah proses menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahan mereka, sehingga mereka bisa kembali pada kelompok mereka, dengan karakter yang lebih kuat (Gossen; 2004). Melalui restitusi, ketika murid berbuat salah, guru akan menanggapi dengan cara yang memungkinkan murid untuk membuat evaluasi internal tentang apa yang dapat mereka lakukan untuk memperbaiki kesalahan mereka dan mendapatkan kembali harga dirinya. Restitusi menguntungkan korban,tetapi juga menguntungkan orang yang telah berbuat salah. Ini sesuai dengan prinsip dari teori kontrol William Glasser tentang solusi menang-menang.

Sebagai solusi dalam menyelesaikan permasalahan siswa di sekolah, restitusi memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

a.    Restitusi bukan untuk menebus kesalahan, namun untuk belajar dari kesalahan

b.    Restitusi memperbaiki hubungan

c.    Restitusi adalah tawaran, bukan paksaan

d.    Restitusi menuntun untuk melihat ke dalam diri

e.    Restitusi mencari kebutuhan dasar yang mendasari tindakan

f.     Restitusi diri adalah cara yang paling baik

g.    Restitusi fokus pada karakter bukan tindakan

h.    Restitusi menguatkan

i.      Restitusi fokus pada solusi

j.      Restitusi mengembalikan murid yang berbuat salah pada kelompoknya

Ada 3 tahapan yang dilakukan untuk melakukan restitusi. Tiga tahapan tersebut adalah menstabilkan keadaan, validasi tindakan yang salah, menanyakan keyakinan. Tiga angkah tersebut digambarkan dalam segitiga restitusi sebagai berikut:

 


Demikian tadi “Padi Keris”  sebagai senjata mewujudkan budaya positif di sekolah. Dengan melakukan perubahan paradigma, pemahaman tentang disiplin diri, membuat dan menaati keyakinan kelas, serta melakukan restitusi maka budaya positif sekolah dapat terwujud. Dengan terwujudnya budaya positif maka akan mendukung siswa untuk belajar dan bekembang sesuai dengan kodrat alam dan zamannya.

 

Kontributor: Dwi Ebtanto.


Selasa, 28 Desember 2021

 


Kepemimpinan menjadi skill yang penting dimiliki oleh seseorang. Bermodalkan skill kepemimpinan seseorang dapat memengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam berorganisasi skill ini menjadi syarat wajib yang harus dimiliki untuk dapat mencapai tujuan organisasi, termasuk OSIS. Sebagai satu-satunya organisasi kesiswaan di sekolah pengurus OSIS harus memiliki skill kepemimpinan yang kuat. Sosok pilihan dan bisa menjadi panutan bagi teman lain merupakan image yang dimiliki oleh oengurus OSIS selama ini.

Dalam rangka memperkuat skill kepemimpinan tersebut, SMPN 2 Satu Atap Jambon melakukan Latihan Dasar Kepemimpinan Siswa (LDKS) untuk membekali pengurus OSIS masa bakti 2021-2022 dengan materi penguatan karakter,keorganisasian, nasionalisme, dan kepemimpinan. Kegiatan yang dilakukan pada tanggal 21-22 Desember 2021 tersebut dikemas dalam pembelajaran indoor dan outdoor. Kegiatan indoor dilakukan dii sekolah pada tanggal 21 Desember 2021 dari jam 07.00 sampai dengan 14.00 WIB Sementara outdoor dilakukan pada hari kedua bertempat di Agrowisata Amanah dari pukul 10.00 sampai dengan 15.00 WIB.

Kegiatan LDKS kali ini diikuti oleh 30 pengurus OSIS masa bakti 2021-2022 dibantu  oleh beberapa pengurus OSIS masa bakti 2020-2021 sejumlah 8 anak. Kegiatan dibuka oleh Kepala SMPN 2 Satu Atap Jambon, Achmad Junaidi, S.Pd. Dalam sambutannya, Achmad Junaidi mengucapkan terima kasih kepada pengurus OSIS masa bakti 2020-2021 yang telah berkorban tenaga dan pikiran selama menjabat sebagai pengurus OSIS. Kemudian Achmad Junaidi juga berharap kepada pengurus OSIS yang baru untuk meneladani hal positif (baik) dari pengurus OSIS lama dan memperbaiki kekurangannya.

Saat kegiatan outbond di Agrowisata Amanah melalui sambutannya sebelum menyerahkan anak-anak kepada pihak Agrowisata Amanah, Achmad Junaidi menegaskan bahwa kegiatan outbond ini bukan wisata semata namun banyak pendidikan dan pelajaran yang diambil dari kegiatan-kegiatannya. “Kami titip anak-anak kami mohon diberi permainan-permainan yang didalamnya memiliki nilai-nilai yang sangat dibutuhkan anak-anak dalam penguatan berorganisasi”, ujar Achmad Junaidi.

Usai sarapan pagi anak-anak langsung mengikuti pemanasan dan permainan-permainan yang diberikan oleh pihak Amanah. Ada permainan kering dan basah. Terlihat anak-anak gembira dan antusias dalam mengikuti oubond ini. Semoga semangat tersebut selalu terbawa dalam mewujudkan program-program OSIS yang telah direncanakan.

 


 


Pasca pelaksanaan Penilaian Akhir Semester Ganjil Tahun Pelajaran 2021-2022, SMPN 2 Satu Atap Jambon mengadakan berbagai kegiatan perlombaan antar kelas melalui kegiatan Classmeeting. Classmeeting ini dijadwalkan selama 4 hari mulai pada tanggal 14-17 Desember 2021, kegiatan dilaksanakan di lingkungan dan lapangan sekolah. Ragam kegiatan yang dilombakan dalam classmeeting antara lain yaitu perlombaan bola voli, bulu tangkis, azan, tartil, karaoke lagu islami, kaligrafi, dan karya cipta baca puisi.

Pengurus OSIS SMPN 2 Satu Atap Jambon ikut aktif membantu dalam mengadakan kegiatan classmeeting ini. Mereka menyiapkan kebutuhan kegiatan dan membagi tugas menjadi panitia pada setiap perlombaan. Kegiatan classmeeting selain merupakan ajang silaturahmi, menjalin persaudaraan, dan kekeluargaan antar kelas tetapi juga sebagai wadah untuk membantu menggali potensi bakat dan minat siswa sesuai bidang yang dimilikinya.



Pelaksanaan kegiatan tersebut berlangsung sangat meriah. Sesekali dukungan secara langsung juga diberikan oleh wali kelas yang terjun langsung mendampingi siswa di sela-sela kesibukan mengisi nilai raport digital. Semua Siswa tampak antusias dalam mengikuti kegiatan ini, saling mendukung dan memberikan motivasi kepada rekan-rekannya saat bertanding. Dengan menjunjung sikap sportifitas, bukan hanya mencari kemenangan, tapi juga rasa kebersamaan /solidaritas.

"Saya sangat sutuju perlombaan-perlombaan ini diadakan karena menjadi aktivitas yang positif untuk semua siswa dan siswi, terutama untuk saya", Ujar salah satu siswa yang mengikuti perlombaan tersebut. Harapannya kegiatan classmeeting bisa menjadi aktivitas penyegaran yang positif bagi siswa setelah menjalani rutinitas belajar selama satu semester. Siswa diarahkan untuk memanfaatkan waktu luang sembari menunggu pembagian raport. Untuk pengumuman para pemenang akan diumumkan saat masuk di hari pertama semester genap. Semoga dengan kegiatan ini mampu menggali potensi-potensi yang dimiliki oleh para siswa. 

 

Kontributor: Meyta


Sabtu, 13 November 2021

 

Keberadaan Sekolah Luar Biasa (SLB) untuk menangani anak berkebutuhan khusus sangat terbatas. Di Kabupaten Ponorogo baru ada empat SLB yang tersebar di beberapa kecamatan. Padahal jumlah anak berkebutuhan khusus menyebar dan hampir ada di setiap kecamatan di wilayah Bumi Reog. Hal ini yang mendasari Pemerintah Kabupaten Ponorogo melalui Dinas Pendidikan menunjuk sekolah-sekolah reguler di tingkat SD dan SMP menjadi sekolah inkkusi. Melalui sekolah inklusi ini anak berkebutuhan khusus dapat mendapatkan layanan pendidikan. Namun penunjukkan sekolah inklusif di Kabupaten Ponorogo belum dibarengi dengan penyiapan sumber daya manusia dan sarana prasarana yg diperlukan. Belum semua sekolah inklusi guru-gurunya mendapatkan pelatihan dan pendidikan tentang penanganan ABK.

Hal ini dirasakan oleh oleh hampir semua sekolah inklusi termasuk SMPN 2 Satu Atap Jambon. Sebagai sekolah yang telah ditunjuk sebagai penyelenggara pendidikan inklusi, SMPN 2 Satu Atap Jambon berupaya meningkatkan layanan kepada PDBK dengan melakukan IHT, mengikutkan guru pada kegiatan workshop/pelatihan, serta studi banding. Belum lama ini tepatnya Rabu, 10 November 2021 SMPN 2 Satu Atap Jambon melakukan studi banding ke SLBN Jenangan. Studi banding ini diikuti oleh semua guru,pengurus komite, dan perwakilan siswa SMPN 2 Satu Atap Jambon.

Bertempat di aula SLBN Jenangan kunjungan ini diawali dengan kegiatan pra acara penampilan menyanyi dari siswa SLBN 2 Jenangan yang mengalami disabilitas low vision. Penampilan luar biasa dari ABK ini membawa semua hadirin yang ada di ruangan terbawa emosi penuh haru. Tak sedikit para guru mengusap air mata saat lagu dinyanyikan. Sungguh pelajaran yang sangat berharga bagaimana seorang anak low vision dengan segala keterbatasannya mampu membawakan dan mengiringi lagu dengan begitu merdu dan indah.

Setelah pra acara selesai dilanjutkan seremonial upacara penyambutan. Sambutan dilakukan secara bergantian diawali dari penanggung jawab acara yaitu Winarti Ruri, M.Pd. Dalam sambutannya Ruri menyampaikan selamat datang dan rasa terima kasih atas kehadiran rombongan dari SMPN 2 Satu Atap Jambon. Kemudian dari pihak tamu undangan diwakili oleh Achmad Junaidi, S.Pd. selaku Kepala SMPN 2 Satu Atap Jambon. Achmad Junaidi menyampaikan ucapan terima kasih atas waktu dan kesempatan yang diberikan oleh SLBN Jenangan kepada SMPN 2 Satu Atap Jambon untuk belajar dan melihat secara dekat potret pembelajaran untuk anak-anak istimewa. “Saya sangat terharu melihat penampilan anak-anak istimewa ini, semoga tidak cukup sampai disini saja namun ada tindak lanjut dan mohon bantuan kerjasamanya untuk melayani anak-anak istimewa di sekolah kami, ujarnya disela-sela sambutan. Selanjutnya Nurhayati, S.Pd. selaku Kepala SLBN Jenangan memaparkan potret sekolah,karakteristik PDBK, jumlah guru,sampai prestasi yang diraih. Nurhayati juga menyampaikan kunci mengajar anak istimewa adalah Sabar, telaten, dan ikhlas.

Dalam kegiatan ini juga berlangsung sesi diskusi tanya jawab tentang identifikasi asesmen, strategi,tips, dan trik pendampingan peserta didik. Di akhir kegiatan diadakan kunjungan kelas dan melihat produk-produk keterampilan karya anak-anak istimewa dari SLBN Jenangan. Semua peserta dari SMPN 2 Satu Atap Jambon takjub dan kagum di dengan karya-karya yang dihasilkan, meliputi: minuman jamu kering,bordir,sandal jepit, batik, dan seni kriya. Semoga adanya kunjungan ini membawa kemajuan bagi dua lembaga dalam mengoptimalkan pelayanan kepada anak-anak surga.

 

 

 



Kamis, 21 Mei 2020


Kegiatan proses belajar mengajar pada Tahun Pelajaran 2019/2020 hampir memasuki tahap akhir. Sebentar lagi akan masuk pada Tahun Pelajaran 2020/2021. Semua sekolah di semua jenjang baik SD, SMP, maupun SMA telah menyiapkan kegiatan penerimaan peserta didik baru. Demikian pula SMPN 2 Satu Atap Jambon juga telah menyiapkan penerimaan peserta didik baru dengan mengacu pada peraturan dan petunjuk teknis yang ada.
Penerimaan peserta didik baru untuk jenjang SMP di Kabupaten Ponorogo untuk Tahun Pelajaran 2020/2021 untuk pertama kalinya dilakukan secara online. Jalur dan tahapan pelaksanaannya berbeda dengan penerimaan peserta didik baru tahun pelajaran yang lalu. Ada empat jalur penerimaan peserta didik baru untuk Tahun Pelajaran 2020/2021. Empat jalur tersebut meliputi;

  1. Jalur zonasi (paling sedikit 50% dari daya tampung sekolah)
  2. Jalur prestasi (paling banyak 30% dari daya tampung sekolah)
  3. Jalur afirmasi (paling sedikit 15% dari daya tampung sekolah)
  4. Jalur perpindahan tugas orang tua (paling banyak 5% dari daya tampung sekolah)

Syarat calon peserta didik adalah berusia maksimal 15 tahun pada 1 Juli 2020 dan telah memiliki ijazah SD/ sederajat atau dokumen lainnya yang menerangkan bahwa calon peserta didik telah menyelesaikan pembelajaran di kelas 6 SD/sederajat.  Adapun tahapan penerimaan peserta didik baru dibagi dalam dua tahap, yaitu;
a.    Tahap Pra PPDB
1.  Calon peserta didik mendapatkan user dan token. User adalah NISN calon peserta didik dan token adalah tanggal lahir masing-masing calon peserta didik.  
2. Calon peserta didik baru melakukan login untuk mengisi data dengan mengunggah hasil scan kartu keluarga dan/atau surat keterangan domisili  asli,  serta  menentukan  titik  koordinat  rumah/tempat  tinggal  calon peserta didik baru.
3. Jika ada calon peserta didik yang kesulitan melakukan tahapan ini, panitian penerimaan peserta didik SMPN 2 Satu Atap Jambon siap membantu mendampingi. 
 b.    Tahap Pendaftaran
1. Calon peserta didik baru melakukan registrasi  dengan memilih salah satu dari empat jalur diatas dan memilih sekolah yang diinginkan, yaitu SMPN  2 Satu Atap Jambon.
2.  Jadwal pelaksanaan registrasi adalah sebagai berikut;
 
Mari bergabung dengan SMPN 2 Satu Atap Jambon. Sekolah keterampilan yang mengajarkan kemandirian.


Informasi lebih lanjut bisa menghubungi;
Dwi Ebtanto, S.Pd (085 647 386 247)
Dian Fitriana, S.PdI (085 231 880 658)
Diana Priastuti, S.Psi (081 359 003 672)
Sunari, S.Sos (082 334 410 899)




Recent Posts

BTemplates.com

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.

Jumlah Pengunjung

Popular Posts